LAPORAN PRAKTIKUM ILMU UKUR TANAH DAN PEMETAAN PENGGUNAAN WATERPASS KELOMPOK SABARANI G1011141231 MUHAMAD SAUJI G1011141308 FRENGKY BAGAS P. G1011141302 IGNASIUS MIRDAT G1011141287 KAMELIA G1011141027 UNIVERSITAS TANJUNGPURA FAKULTAS KEHUTANAN PONTIANAK 2016 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengukuran tanah adalah salah satu seni paling tua dan terpenting yang dipraktekkan manusia sejak dahulu kala sudah dirasakan perlunya menandai batasbatas dan pemetaan tanah. Pengukuran tanah terus memainkan peranan yang sangat penting dalam banyak cabang rekayasa. Sebagai contoh, pengukuran diperlukan untuk merencanakan, membangun, dan memelihara jalan raya, jalan baja, sistem-sistem perhubungan cepat, bangunan, jembatan, tempat peluncuran proyektil, tempat peluncuran roket, stasiun pelacak, terowongan tambang, terusan, saluran irigasi, bendungan, saluran pembuangan air, pengkaplingan tanah-tanah perkotaan, sistem persediaan dan pembuangan saluran limbah, jalur pipa, dan terowongan tambang. Pengukuran tanah atau metode pengukuran, biasa dipakai dalam perancangan jalur perakitan dan alat jepit antar pembuatan dan penempatan alat besar, menyediakan titik kontrol untuk pemotretan udara, dan dalam banyak hal yang berkaitan dalam agronomi, arkeologi, astronomi, kehutanan, geografi, geologi, dan sismologi, tetapi khususnya dalam rekayasa militer dan sipil. Semua insinyur harus tahu batas-batas ketelitian yang mungkin dalam konstruksi, rancangan dan perencanan pabrik, dan proses-proses pengkhalakan manufacturing. Walaupun pengukuran sebenarnya dapat dikerjakan orang lain. Khususnya juru ukur dan insinyur sipil yang bertugas merancang dan merencanakan pengukuran harus mempunyai pengertian menyeluruh tentang metode dan instrument yang dipakai, termasuk kemampuan dan keterbatasannya. Pengetahuan ini paling baik didapat dengan melakukan pengukuran dengan menggunakan peralatan yang digunakan dalam praktek untuk memperoleh konsep yang tepat mengenai teori alat, dan selisih– selisih kecil tetapi yang dapat ditemukan yang terjadi dalam kuantitas-kuantitas yang diamati. Disamping menekankan perlunya batas-batas ketelitian yang wajar, pengukuran tanah menitikberatkan nilai pada angka-angka yang terpakai. Para juru ukur dan insinyur harus tahu kapan harus bekerja sampai perseratusan foot dan bukan persepuluhan atau perseribuan, atau barang kali foot terdekat, serta sejauh mana keseksamaan data lapangan yang perlu sebagai pembenaran pelaksanaan hitungan hingga sejumlah angka di belakang koma yang dikehendaki. Dengan pengalaman mereka mempelajari bagaimana peralatan dan petugas yang tersedia menentukan prosedur dan hasil yang akan didapat nantinya. Sketsa dan hitungan yang rapi adalah pertanda pikiran teratur, yang selanjutnya merupakan petunjuk adanya latar belakang dan kecakapan rekayasa yang kuat. Membuat catatan lapangan dalam segala jenis keadaan adalah persiapan yang amat baik untuk pencatatan dan pembuatan sketsa macam apa yang diharapkan dari semua. Latihan tambahan yang bernilai lanjut diperoleh dalam penyusunan hitungan yang benar. Para insinyur yang merancang gedung, jembatan, peralatan dan sebagainya sudah beruntung jika taksiran beban yang dapat didukung adalah benar dalam batas 5%. Selanjutnya diterapkan faktor keamanan 2 atau lebih. Namun kecuali untuk pekerjaan topografik, hanya alat–alat yang teramat kecil dapat ditoleransikan dalam pengukuran tanah, dan tidak ada faktor keamanan. Oleh karena itu sudah menjadi tradisi bahwa pengukuran tanah menekankan pada baik buruknya keseksamaan pekerjaan tangan maupun keseksamaan hitungan. B. Tujuan dan Manfaat Praktikum - Tujuan a. Mahasiswa dapat mengetahui letak kedataran tanah dan kemiringannya. b. Mahasiswa bisa mengukur tanah menggunakan alat praktek. c. Mahasiswa dapat mengetahui fungsi dari alat praktek tersebut. d. Untuk mempelajari alat-alat penyipat datar waterpass secara teoritis. - Manfaat Materi Ilmu Ukur Tanah sangat bermanfaat untuk mengetahui letak kedataran dan kemiringan tanah. Karena tanah merupakan dasar tempat untuk terbuatnya jalan raya. Jika kita tidak mengetahui kedataran tanah maka jalan yang akan kita buat tidak sesuai dengan yang diinginkan. Selain dapat mengetahui letak dasar tanah kita juga menggunakan alat ukur tanah, seperti contoh waterpass, tripod, baak ukur dsb. Dari praktikum tersebut kita bisa menentukan letak kedataran dan kemiringan suatu tanah. BAB II HASIL DAN PEMBAHASAN Alat dan Bahan A. Definisi Ilmu Ukur Tanah Ilmu ukur tanah adalah bagian dari ilmu geodesi yang mempelajari cara-cara pengukuran di permukaan bumi dan di bawah tanah untuk menentukan posisi relatif atau absolut titik-titik pada permukaan tanah, di atasnya atau di bawahnya, dalam memenuhi kebutuhan seperti pemetaan dan penentuan posisi relatif suatu daerah. B. Kerangka Kontur Horizontal 1. Sudut Dan Jarak Kerangka dasar horizontal adalah posisi sembarang titik ikat yang mengacu kepada koordinat dan absis. Apabila diperhatikan rumus dasar ilmu ukur tanah, dapat disimpulkan bahwa koordinat titik-titik selanjutnya hanyalah didapatkan apabila koordinat titik sebelumnya telah diketahui. Apabila diketahui koordinat dua buah titik, maka untuk menentukan koordinat titik-titik lainnya dibutuhkan sudut dan jarak yang dibentuk antara titik yang bersangkutan. Bentuk kerangka dasar seperti ini dikenal dengan polygon, yaitu dengan melakukan pengukuran sudut dan jarak diantara titik-titiknya. Dalam bentuk kerangka sebagai polygon tertutup, pengukuran kontrolnya dapat dilakukan dititik awal saja, karena titik tersebut juga merupakan titik akhir dari pengukuran kerangka tersebut. 2. Azimuth Dan Koordinat Azimuth adalah sudut yang diukur searah jarum jam dari sembarang meridian acuan. Dalam pengukuran tanah datar, azimuth biasanya diukur dari arah utara, tetapi para ahli astronomi, militer dan national geodetic survey memakai selatan sebagai arah acuan. Azimuth dapat merupakan sebenarnya, magnetik, kisi, atau anggapan, tergantung meridian yang dipakai. Azimuth juga dapat bersifat kedepan atau azimuth belakang, dan sebaliknya, dengan menambah atau mengurangi 180º. Azimuth diukur dari sebuah arah acuan yang harus ditetntukan dari a pengukuran sebelumnya, b jarum magnetik, c pengamatan matahari atau bintang atau d anggapan. Azimut dapat dibaca pada lingkaran berpembagian skala pada teodolit kompas atau teodolit repetisi setelah instrument diatur dengan benar. Ini dapat dikerjakan membidik sepanjang sebuah garis yang diketahui azimutnya pada lingkaran dan kemudian memutar kearah yang diinginkan. Azimuth arah–arah dipakai dengan menguntungkan pada pengukuran titik kontrol topografik dan beberapa pengukuran lainnya maupun dalam hitungan-hitungan. Setiap pengukuran polygon perlu disediakan titik–titik kontrolyang umumnya berada pada akhir dari jalur pengukuran tersebut. Cara lain yang juga selalu dipergunakan adalah dengan melakukan pengukurankontrol pada beberapa titik yang dipilih. Pengukuran kontrol yang dilakukan adalah kontrol azimuth matahari yang diikatkan pada salah satusisi yang terpilih. Pengukuran azimuth matahari merupakan salah satuteknik pengukuran pada ilmu Astronomi Geodesi tersebut yang selalu dipakai oleh para surveyor dalam menentukan azimuth awal dari suatu kerangka polygon, serta dalam melakukan kontrol sudut yang dihasilkan dalam pengukuran tersebut. Sesuai dengan rumus X2= X1+ d12sin α12 Y2= Y1+ d12cos α12 Absis dan ordinat titik 1 titik terdahulu diketahui, jarak diukur dan sudut jurusan garis 12 diketahui. Apabila titik 1 adalah titik awal, makakoordinat titik 1 serta sudut jurusan awal tersebut dapat didefinisikan atau ukur. Dari hubungan koordinat titik, jarak, dan sudut jurusannya makaakan dapat pula ditentukan koordinat titik –titik selanjutnya. C. Kerangka Kontur Vertikal Kerangka kontrol vertikal merupakan kumpulan titik–titik yang telah diketahui atau ditentukan posisi vertikalnya berupa ketinggiannya terhadap bidang rujukan ketinggian tertentu. Bidang ketinggian rujukan ini bisa berupa ketinggian muka air laut rata-rata mean sea level– MSL atau ditentukan lokal. Umumnya titik kerangka kontrol vertikal dibuat menyatu pada satu pilar dengan titik kerangka dasar horizontal. 1. Titik Tinggi Pengadaan jaring kerangka kontrol vertikal dimulai oleh Belanda dengan menetapkan MSL di beberapa tempat dan diteruskan dengan pengukuran sipat datar teliti. Bakosurtanal, mulai akhir tahun 1970-anmemulai upaya penyatuan sistem tinggi nasional dengan melakukan pengukuran sipat datar teliti yang melewati titik-titik kerangka dasar yang telah ada maupun pembuatan titik-titik baru pada kerapatan tertentu. Jejaring titik kerangka dasar vertikal ini disebut sebagai Titik Tinggi Geodesi TTG. 2. Beda Tinggi Pengukuran beda tinggi cara sipat datar mudah dilaksanakan pada daerah relatif datar dan terbuka. Pada daerah pegunungan, terjal atau tertutup berakibat jarak pandang yang semakin pendek. Jumlah pengamatan pada selang pengukuran yang sama bertambah, sehingga memperbesar kemungkinan dan besaran kesalahan atau mengurangi ketelitian. Bila titik poligon sebagai titik kerangka horizontal juga merupakan titik tinggi kerangka vertikal, maka memungkinkan pelaksanaan pengukuran sipat datar. D. Garis Kontur penempatannya harus Salah satu unsur yang penting pada suatu peta topografi adalah informasi tentang tinggi suatu tempat terhadap rujukan tertentu. Untuk menyajikan variasi ketinggian suatu tempat pada peta topografi, umumnya digunakan garis kontur contour-line. Garis kontur dapat didefinisikan sebagai garis khayal yang menghubungkan secara berurutan semua titik yang memiliki ketinggian yang sama terhadap suatu datum ketinggian yang dipilih sebelumnya. Sehingga garis-garis tersebut tidak mungkin akan saling berpotongan selama medan pengukuran tidak terjal atau bentuk patahan tegak lurus. Dalam peta topografi, selalu dihubungkan besaran skala peta dengan beda garis kontur yang akan digambarkan. Sehingga skala peta tidak hanya mencerminkan aspek horizontal saja, namun juga mempunyai aspek vertikal. Beda kontur untuk skala 1 xxxx adalah xxxx/2000. Nilai 2000 adalah konstanta beda kontur. Dengan demikian penyajian data dalam bentuk peta dapat direncanakan sejak pengukuran, maksudnya pengambilan ketinggian titik detail dapat diatur sebaik mungkin dengan persyaratan hanya boleh dilakukan interpolasi garis kontur diantara 2 titik detail. Garis kontur + 25 m, artinya garis kontur ini menghubungkan titik-titik yang mempunyai ketinggian sama + 25 m terhadap referensi tinggi tertentu. Garis kontur dapat dibentuk dengan membuat proyeksi tegak garis-garis perpotongan bidang mendatar dengan permukaan bumi ke bidang mendatar peta. Karena peta umumnya dibuat dengan skala tertentu, maka bentuk garis kontur ini juga akan mengalami pengecilan sesuai skala peta. Dalam bab ini, kami akan membahas secara khusus 2 alat bantu penyipat datar Waterpass dan Theodolit yang biasa digunakan dalam keperluan pengukuran dan pemetaan suatu wilayah. 1. Waterpass Waterpass adalah alat mengukur beda ketinggian dari satu titik acuan ke acuan berikutnya. Waterpass ini dilengkapi dengan kaca dan gelembung kecil di dalamnya. Untuk mengecek apakah waterpass telah terpasang dengan benar, perhatikan gelembung di dalam kaca berbentuk bulat. Apabila gelembung tepat berada di tengah, berarti waterpass telah terpasang dengan benar. Pada waterpass, terdapat lensa untuk melihat sasaran bidik. Dalam lensa, terdapat tanda panah menyerupai ordinat koordinat kartesius. Angka pada sasaran bidik akan terbaca dengan melakukan pengaturan fokus lensa. Selisih ketinggian diperoleh dengan cara mengurangi nilai pengukuran sasaran bidik kiri dengan kanan. Waterpass memiliki nivo sebagai penyama ketinggian, lensa objektif, lensa okuler, dan penangkap cahaya. Dengan waterpass ini kita dapat menentukan berapa banya tanah yang dibutuhkan untuk meratakan suatu lokasi. Alat ini bersifat sangat sensitif terhadap cahaya, sehingga memerlukan payung untuk menutupi cahaya matahari. Alat ukur waterpass dapat digolongkan ke dalam beberapa jenis, yakni a. Type semua tetap dumpy level, dimana teropong dengan nivo menjadi satu, penyetelan kedudukan teropong di lakukan dengan tiga sekrup pengatur. b. Type nivo refreksi wye level, dimana teropong dapat diputar pada sumbu memanjangnya. c. Type semua tetap dengan sekrup pengungkit dumpy tilting level, pada jenis ini sumbu teropong dapat disetel dengan menggunakan sekrup pengungkit tilting screw. d. Type otomatis automatic level, pada jenis ini kedudukan sumbu teropong akan horizontal secara otomatis karena di dalamnya dilengkapi dengan prisma-prisma yang digantungkan pada plat baja. e. Hand level, dimana alat ini hanya terdiri dari teropong yang dilengkapi dengan nivo, sedangkan cara menggunakannya cukup dipegang dengan tangan. Agar dapat digunakan di lapangan, alat ukur waterpas harus memenuhi beberapa syarat tertentu, baik syarat utama yang tidak dapat ditawar-tawar lagi maupun syarat tambahan yang dimaksudkan untuk memperlancar pelaksanaan pengukuran di lapangan. Adapun syarat-syarat pemakaian alat waterpass pada umumnya adalah a. Syarat dinamis sumbu I vertical b. Syarat statis, antara lain 1. Garis bidik teropong sejajar dengan garis arah nivo 2. Garis arah nivo tegak lurus sumbu I 3. Garis mendatar diafragma tegak lurus sumbu I Urutan persyaratan statis memang demikian. Namun agar pengaturannya lebih sistematis dan tidak berulang-ulang, urutan pengaturannya dibalik dari poin 3 ke 1. a. Mengatur Garis Mendatar Diafragma Tegak Lurus Sumbu I Pada umumnya garis mendatar diafragma benang silang mendatar telah dibuat tegak lurus sumbu I oleh pabrik yang memproduksi alat ukur. b. Mengatur Garis Arah Nivo Tegak Lurus Sumbu I Pada alat ukur waterpass tipe semua tetap tanpa skrup ungkit, syarat ini penting sekali. Namun pada alat dengan skrup ungkir, syarat ini agak sedikit longgar karena apabila ada sedikit pergeseran nivo dalam pengukuran, dapat diseimbangkan dengan skrup ungkir ini. Adapun maksud dari persyaratan ini adalah apabila sumbu I telah dibuat vertikal, kemana pun teropong diputar, gelembung nivo akan tetap seimbang. Ini berarti garis bidik selalu mendatar karena garis bidik telah dibuat sejajar dengan garis arah nivo. c. Membuat Garis Bidik Sejajar Garis Arah Nivo Pada alat ukur waterpass, yang diperlukan adalah garis bidik mendatar. Untuk mengetahui apakah garis bidik sudah betul-betul mendatar atau belum, digunakan nivo tabung. Jika gelembung nivo seimbang, garis arah nivo pasti mendatar. Dengan demikian, jika kita bisa membuat garis bidik sejajar dengan garis arah nivo, garis arah nivo pasti mendatar. Jarak bidik optimum waterpass berkisar antara 40-60 m. 2. Bagian – Bagian Waterpass e g h a b c f d i Keterangan a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. Teropong Nivo Tiga sekrup penyetel nivo Dudukan alat Pengatur focus Pengatur halus horisontal Statif/Tripof, sebagai kaki dari alat waterpas Bak Ukur Patok Alat penunjang lain buku, penggaris/busur, pulpen, pensil, kalkulator, dll Cara Kerja A. Penentuan profil a. Profil Memanjang Pemasangan patok dilakukan pada jarak tertentu. Dalam hal ini sesuai dengan keinginan anda. Namun demikian, terlebih dahulu tentukan arah utara dengan menggunakan kompas. Kemudian mengenolkan nilai dari waterpass, dimana arah utara merupakan patokan utama. Waterpass diletakkan di tengah-tengah antara kedua patok. Waterpass diseimbangkan dengan melihat kedudukan nivo sambil memutar sekrup penyetel hingga gelembung yang berada di dalamnya dalam kedudukan yang seimbang di tengah-tengah. Pada pengukuran profil memanjang ini digunakan metode “Double Standing”, yaitu suatu metode dimana pengukuran pergi dan pengukuran pulang dilakukan serempak hanya dengan menggunakan kedudukan pesawat, misalnya pada pengukuran pergi, P0 sebagai pembacaan belakang dan P1sebagai pembacaan muka, begitu pula sebaliknya. Bak ukur diletakkan di atas patok dengan kedudukan vertikal dari segala arah. Waterpass diarahkan ke patok pertama P0 selanjutnya disebut pembacaan belakang. Pada teropong terlihat pembacaan benang atas, benang tengah dan bawah. Setelah itu waterpass diarahkan ke patok kedua P1. Selanjutnya dengan mengubah letak pesawat waterpass kita mengadakan pengukuran pulang dengan mengarahkan ke P1 pembacaan belakang. Pada teropong terlihat pembacaan benang atas, tengah dan bawah. Pengamatan selanjutnya dilakukan secara teratur dengan cara seperti di atas sampai pada patok terakhir. b. Profil Melintang Waterpass diletakkan pada patok utama dan diseimbangkan kembali kedudukan nivo nya seperti pada pengukuran profil memanjang. Pada jarak yang memungkinkan diletakkan bak ukur. Titik yang diukur disebelah kanan waterpass diberi simbol a, b dan disebelah kiri diberi simbol c dan d. Pengukuran dilakukan secara teliti mulai dari patok pertama sampai pada patok terakhir. Semua data yang diperoleh dicatat pada tabel yang tersedia B. Cara Mengoperasikan Alat Ukur Waterpass Ada 4 jenis kegiatan yang harus dikuasai dalam mengoperasikan alat ini, yaitu a. Memasang alat di atas kaki tiga Alat ukur waterpass tergolong ke dalam Tripod Levels, yaitu dalam penggunaannya harus terpasang diatas kaki tiga. Oleh karena itu kegiatan pertama yang harus dikuasai adalah memasang alat ini pada kaki tiga atau statif. Pekerjaan ini jangan dianggap sepele, jangan hanya dianggap sekedar menyambungkan skrup yang ada di kaki tiga ke lubang yang ada di alat ukur, tetapi dalam pemasangan ini harus diperhatikan juga antara lain Kedudukan dasar alat waterpass dengan dasar kepala kaki tiga harus pas, sehingga waterpass terpasang di tengah kepala kaki tiga. Kepala kaki tiga umumnya berbentuk menyerupai segitiga, oleh karena itu sebaiknya tiga skrup pendatar yang ada di alat ukur tepat dibentuk segitiga tersebut. Pemasangan skrup di kepala kaki tiga pada lubang harus cukup kuat agar tidak mudah bergeser apalagi sampai terlepas skrup penghubung kaki tiga dan alat terlepas. b. Mendirikan alat Set-up adalah memasang alat ukur yang sudah terpasang pada kaki tiga tepat di atas titik pengukuran dan siap untuk dibidikan, yaitu sudah memenuhi persyaratan berikut Sumbu satu sudah dalam keadaan tegak, yang diperlihatkan oleh kedudukan gelembung nivo kotak ada di tengah. Garis bidik sejajar garis nivo, yang ditunjukkan oleh kedudukan gelembung nivo tabung ada di tengah atau nivo U membentuk huruf U. c. Membidikan alat adalah kegiatan yang dimulai dengan mengarahkan teropong ke sasaran yang akan dibidik, memfokuskan diafragma agar terlihat dengan jelas, memfokuskan bidikan agar objek yang dibidik terlihat jelas dan terakhir menepatkan benang diafragma tegak dan diafragma mendatar tepat pada sasaran yang diinginkan. C. Membaca Hasil Pembidikan Ada 2 hasil pembidikan yang dapat dibaca, yaitu a. Pembacaan benang atau pembacaan rambu. Pembacaan benang atau pembacaan rambu adalah bacaan angka pada rambu ukur yang dibidik yang tepat dengan benang diafragma mendatar dan benang stadia atas dan bawah. Bacaan yang tepat dengan benang diafragma mendatar biasa disebut dengan Bacaan Tengah BT, sedangkan yang tepat dengan benang stadia atas disebut Bacaan Atas BA dan yang tepat dengan benang stadia bawah disebut Bacaan Bawah BB. Karena jarak antara benang diafragma mendatar ke benang stadia atas dan bawah sama, maka BA – BT = BT – BB atau BT = ½ BA – BB Persamaan ini biasa digunakan untuk mengecek benar atau salahnya pembacaan. Kegunaan pembacaan benang ini adalah Bacaan benang tengah digunakan dalam penentuan beda tinggi antara tempat berdiri alat dengan tempat rambu ukur yang dibidik atau diantara rambu-rambu ukur yang dibidik. Bacaan benang atas dan bawah digunakan dalam penentuan jarak antara tempat berdiri alat dengan tempat rambu ukur yang dibidik. Pembacaan rambu ukur oleh alat ini ada yang terlihat dalam keadaan tegak dan ada yang terbalik, sementara pembacaannya dapat dinyatakan dalam satuan meter m atau centimeter cm. b. Pembacaan sudut Waterpass Pembacaan sudut waterpass seringkali juga dilengkapi dengan lingkaran mendatar berskala, sehingga dapat digunakan untuk mengukur sudut mendatar atau sudut horizontal. Ada 2 satuan ukuran sudut yang biasa digunakan, yaitu Satuan derajat Pada satuan ini satu lingkaran dibagi kedalam 360 bagian, setiap bagian dinyatakan dengan 1 derajat 1°, setiap derajat dibagi lagi menjadi 60 bagian, setiap bagian dinyatakan dengan 1 menit 1’ dan setiap menit dibagi lagi kedalam 60 bagian dan setiap bagian dinyatakan dengan 1 detik 1”. Satuan grid. Pada satuan ini satu lingkaran dibagi kedalam 400 bagian, setiap bagian dinyatakan dengan 1 grid 1g, setiap grid dibagi lagi menjadi 100 bagian, setiap bagian dinyatakan dengan 1 centigrid 1cg dan setiap centigrid dibagi lagi kedalam 100 bagian dan setiap bagian dinyatakan dengan 1 centi-centigrid 1ccg. Salah satu contoh pembacaan sudut horizontal dari alat ukur waterpass NK2 dari Wild. c. Menghitung beda tinggi Untuk mengetahui beda tinggi antara 0 dengan 1 pada patok A dengan rumus benang tengah belakang-benang tengah muka, artinya Benang tengah titik 0 – benang tengah titik 1 Beda tinggi = Benang tengah belakang – Benang tengah muka d. Menghitung rata-rata beda tinggi Untuk menghitung rata-rata beda tinggi dapat ditentukan dengan persamaan Rata-rata beda tinggi = Beda Tinggi pergi + Beda Tinggi pulang 2 D. Kesalahan Yang Terjadi Dalam Pengukuran Dalam melakukan pengukuran kita tidak luput dari kesalahan-kesalahan. Kesalahan itu dapat dibagi dalam tiga kategori yaitu a. Kesalahan Besar Mistakes Blunder Kesalahan ini dapat terjadi karena kurang hati-hati dalam melakukan pengukuran atau kurang pengalaman dan pengetahuan dari praktikan. Apabila terjadi kesalahan ini, maka pengukuran harus diulang atau hasil yang mengalami kesalahan tersebut dicoret saja. b. Kesalahan Sistimatis Sistematic Error Umumnya kesalahan ini terjadi karena alat ukur itu sendiri. Misalnya panjang meter yang tidak tepat atau mungkin peralatan ukurnya sudah tidak sempurna. Kesalahan ini dapat dihilangkan dengan perhitungan koreksi atau mengkaligrasi alat/memperbaiki alat. c. Kesalahan Yang Tidak Terduga/Acak Accidental Error Kesalahan ini dapat terjadi karena hal-hal yang tidak diketahui dengan pasti dan tidak diperiksa. Misalnya ada getaran pada alat ukur ataupun pada tanah. Kesalahan dapat diperkecil dengan melakukan observasi dan mengambil nilai rata-rata sebagai hasil. E. Hambatan Hambatan yang terjadi di lapangan ada beberapa faktor yang mempengaruhi jalannya/proses pengukuran yaitu Faktor Kurangnya pemahaman tentang teori pengukuran Faktor bahan dan alat Terlebih lagi faktor cuaca juga memperlambat proses pengukuran karena apabila cuaca hujan, otomatis tim pengukur berhenti sejenak untuk berteduh dari hujan. F. Perhitungan Hasil Pembacaan Alat Dari hasil pembacaan alat waterpass pada praktikum didapatkan data-data sebagai berikut 1. Titik A = BA 1,476 BT 1,378 BB 1,280 2. Titik B = BA 1,550 BT 1,462 BB 1,370 3. Titik C = BA 1,538 BT 1,467 BB 13,98 4. Sudut Horizontal pada waterpass berdasarkan perhitungan sudut azimuth searah jarum jam antara titk A ke C sebesar = 225o Perhitungan Jarak D = BA-BB x 100 Titik A D = 1,476 – 1,280 x 100 = 1,96 Titik B D = 1,550 – 1,369 x 100 = 1,8 Titik C D = 1,538 – 1,398 x 100 = 1,4 Titik Bacaan Bak Ukur BA BT BB Jarak Beda Tinggi Rata2 Beda Tinggi A B C 1,476 1,550 1,538 1,378 1,462 1,467 1,280 1,370 1,96 1,80 1,40 G. Denah Area Praktikum Lapangan Fakultas Kehutanan, Universitas Tanjungpura 0 0 0 1,378 1,462 1,467 BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Dari hasil praktikum yang kami lakukan maka dapat kami simpulkan bahwa 1. Waterpass adalah alat ruang yang digunakan untuk mengukur sudut jurusan, jarak dan beda tinggi titik di permukaan tanah. 2. Poligon adalah rangkaian garis khayal di atas permukaan bumi yang merupakan garis lurus yang menghubungkan titik-titik dan merupakan suatu obyek pengukuran. Poligon juga biasa disebut sebagai rangkaian segi banyak untuk pembuatan peta. 3. Untuk mendapatkan hasil yang benar maka hasil pengukuran sudut jurusan, jarak dan beda tinggi titik harus mendapatkan koreksi dengan ketentuan tidak melebihi batas toleransi. 4. Untuk mendapatkan tinggi titik di permukaan tanah guna penggambaran peta kontur maka diperlukan pengukuran beda tinggi pada poligon. B. Saran 1. Agar waktu pelaksanaan praktikum dapat dipercepat sehingga dalam pembuatan laporan tidak terburu-buru. 2. Untuk menghindari kesalahan-kesalahan yang besar sebaiknya dalam menjalankan praktikum, praktikan harus dibimbing sebaik-baiknya mengingat praktikan baru pertama kali melakukan pengukuran seperti ini. 3. Untuk mendapatkan hasil yang baik dan maksimal diperlukan tingkat ketelitian yang sangat tinggi. 4. Pembimbing harus lebih paham tentang teori maupun praktek lapangan dengan mempunya satu prinsip / ketentuan. DAFTAR PUSTAKA Ahadi, Alat Ukur Waterpass dan Theodolit. waterpass-dan-theodolit. Diakses pada 30 Desember 2015. Arioarif, Geophisticated, Alat Ukur Waterpass dan Ilmu Ukut Tanah, 2012., Diakses pada tanggal 30 desember 2015. Sehastra, Pengukuran Waterpass., Diakses pada tanggal 30 Desember 2015.